Lagi, JCH Aceh Meninggal

Hingga Rabu (17/8), jamaah calon haji (JCH) asal Aceh yang meninggal di Madinah, Arab Saudi, bertambah satu lagi, sehingga menjadi dua orang.
Dokter Tim Medis Kloter II Aceh, dr Rahmad mengunjungi calhaj atas nama Abdul Latif yang di rawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia di Kota Madinah, karena penyakit batuk dan sesak nafasnya kambuh saat tiba di Madinah, Kamis (17/8) 

Jamaah yang baru berpulang adalah Khadijah, asal Manggeng, Aceh Barat Daya (Abdya), pada hari Minggu (14/8), setelah dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah.
“Almarhumah dirujuk ke BPHI Madinah, setelah staminanya terus menurun dan sesak napas setiba di pemondokannya, Hotel Amraj, Madinah. Tapi setelah beberapa jam dirawat, beliau mengembuskan napas terakhir,” lapor wartawan Serambi, Herianto, dari tempat penginapannya di Hotel Amraj, Madinah, Rabu (17/8) sore.
Sebelum Khadijah menghadap Ilahi, JCH Aceh yang pertama meninggal adalah Siti Nurhayati (68), asal Aceh Tenggara. Ia menemui ajal pada Jumat (12/8) di Rumah Sakit King Fahd bin Abdul Aziz, setelah menjalani operasi bocor lambung.
Dari Kepala Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat (Isra) Setda Aceh, Dr Munawar A Djalil MA dan Kepala Dinas Syariat Islam, Prof Dr Syahrizal Abbas MA Serambi mendapat informasi bahwa kedua almarhumah sudah berusia di atas 60 tahun. Dalam pemeriksaan kesehatan terakhir di Asrama Haji Banda Aceh mereka masuk dalam kelompok jamaah yang mendapat gelang kesehatan merah, berarti harus diawasi kesehatannya oleh tim medis, karena tergolong risiko tinggi (risti).
Jamaah di atas usia 60 tahun yang memiliki penyakit bawaan, misalnya asma dan darah tinggi, sangat rentan terhadap perubahan udara yang ekstrem. Suhu udara yang panas bisa seketika menurunkan daya tahan tubuh mereka. Hal itu dikatakan dr Dahril maupun dr Azhari yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 1 Aceh.
Suhu udara di Aceh paling tinggi 30-37 derajat Celcius, sedangakn di Madinah, pada musim panas tahun ini, suhu paling rendah 37-40 derajat Celcius. Nah, bagi penderita asma, darah tinggi, dan sejenisnya, perubahan suhu udara di atas 40 derajat Celcius itu, kata dr Dahril, bisa membuat penyakitnya kumat.
“Kalau terlambat ditangani, maka kondisi kesehatannya semakin buruk dan bisa mengakibatkan kematian,” kata dr Dahril.
Ia mengingatkan, jamaah yang memiliki penyakit bawaan agar lebih berhati-hati, hindari berjalan dan berdiri di tempat panas, karena bisa mempercepat terjadinya dehidrasi atau pengeringan air di dalam tubuh. Jamaah disarankan memperbanyak minum air, makan buah-buahan, dan berbagai vitamin, terutama vitamin C.
Sementara itu, Dahlia, dokter pada kloter 1 Aceh mengatakan, ada beberapa JCH kloter 1 yang harus dirujuk ke BPHI Madinah, karena sesak napas dan luka bakar di telapak kakinya gara-gara berjalan di atas aspal tanpa alas kaki.
Para JCH usia lanjut asal Aceh banyak yang kehilangan sandal ketika shalat lima waktu di Masjid Nabawi. Lalu, dalam keadaan tanpa sandal mereka pulang ke pemondokannya yang berjarak sekitar 100 meter dari Masjid Nabawi.
Nah, karena melangkah di atas aspal saat suhu udara mencapai 40 derajat Celcius, sehingga banyak di antara JCH usia lanjut tersebut yang telapak kakinya lembam bahkan melepuh, sehingga harus dirujuk ke BPHI Madinah.
Dalam dua hari sekali tidak kurang 5-10 orang JCH dari Aceh yang harus dirujuk ke BPHI dan sejumlah rumah sakit di Madinah karena sesak napas, darah tinggi, batuk akut, naik gula darah, dan asam lambung. Itulah, antara lain, penyakit dominan yang mendera sebagian JCH asal Aceh, terutama yang berusia di atas 60 tahun. (*)
sumber aceh.tribunnews
Share on Google Plus

About Redaksi

0 komentar:

Posting Komentar